a.
Mantu
poci
Mantu Poci adalah salah satu kebudayaan di wilayah Tegal, dengan acara
inti melangsungkan 'pesta perkawinan' antara sepasang poci tanah berukuran
raksasa.
Mantu poci pada umumnya diselenggarakan oleh pasangan suami
istri yang telah lama berumah tangga namun belum juga dikarunai keturunan.
Seperti layaknya pesta perkawinan, mantu poci juga dihadiri oleh ratusan bahkan
ribuan undangan. Lengkap dengan dekorasi, sajian makanan, dan beraneka
pementasan untuk menghibur para undangan yang hadir. Tak lupa pula, di pintu masuk
ruang resepsi disediakan kotak sumbangan berbentuk rumah.
Selain sebagai harapan agar pasangan suami istri segera
mendapatkan keturunan, mantu poci juga bertujuan agar penyelenggara merasa
seperti menjadi layaknya orang tua yang telah berhasil membesarkan putra putri
mereka, kemudian dilepas dengan pesta besar dengan mengundang sanak saudara,
dan relasi.
Dewasa ini Mantu Poci sudah jarang digelar di Tegal. Salah satu
repertoar yang diusung oleh Dewan Kesenian Kota Tegal di Anjungan Jawa Tengah,
Taman Mini Indonesia Indah (TMII) tahun 2003 adalah mementaskan drama berjudul Kang
Daroji Mantu Poci, dikemas secara komedi.
b.
Tari Tegalan
Tegal memiliki kesenian rakyat seperti
Wayang Gaya Tegal, Gending Tegal asli misaInya llo‑llo Itek, Lurung Bingung,
Ronggeng Tegal, Tari Topeng Gaya Tegal contohnya Tari Topeng Endel. Tari Topeng
Kresna, Tari Topeng Patih/Ponggawa, Tari Topeng Lanyapan Alus, Tari Topeng
Panji, dan Tari Topeng Klana. Salah satu kesenian khas tegal yang keberadaannya
masih berkembang dan dapat dilihat saat ini adalah Tari topeng Endel di Desa
Slarang Lor, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal.
Berbagai jenis Tari Topeng yang lahir di Desa Slarang lor merupakan peninggalan neriek moyang dan diwariskan secara turun temurun.Pertunjukan tari Topeng Endel diawali oleh penari atau ronggeng (istilah masyarakat Tegal) bemama ibu Darem yang diwariskan kepada anak‑anaknya dan sebagai penarinya bernama ibu Warni, kemudian diturunkan kepada Ibu Sawitri dan berikutnya kepada Ibu Purwanti. Dari keturunannya yang masih ada tinggal Ibu Sawitri dan Ibu Purwanti yang berprofesi sebagai penari. Pada periode Ibu Warni dan Ibu Sawitri mengalami kejayaan sekitar tahun 1950 ‑ 1960 kemudian surut kembali.
Tari Topeng Endel adalah jenis tari tunggal dimana penarinya menggunakan topeng yang berbentuk lukisan wajah cantik. Tari ini ditarikan oleh penari wanita dengan gayanya yang lincah, genit dan gendhil/ ganjen. Salah salah satu kekhasan Tari topeng Endel adalah iringan yang menggunakan musik Jawa dengan gendhing Tegalan, ragam gerak yang khas seperti giyul dan jeglong yang hanya ada di Topeng Tegal. Giyul adalah menggoyangkan pinggul dengan posisi kaki jejer jenjeng tangan kiri menthang lurus sedangkan tangan kanan lurus ke bawah. Jeglong adalah kaki tanjak kanan, tangan kiri sampur, tangan kanan nekuk, Ialu proses jeglong.
Ditinjau dari bahasanya, topeng adalah penutup wajah yang terbuat dari kayu atau kertas yang berbentuk wajah manusia atau binatang. Sementara Endel dalam bahasa Jawa adalah Batur Wadon ( pembantu wanita/ pengiring ), ( Atmojo, 1990 : 94 ) sedangkan dalam BahasaTegal Endel diartikan sebagai ganjen, lincah atau genit. Tari Topeng Endel menggambarkan seorang pembantu yang tugasnya menghibur ratu dengan karakter lincah , genit dan ganjen. Dalam pementasanya, tari ini dapat dimainkan secara tunggal, tetapi tidak menutup kemungkinan diartikan secara berpasangan atau masal.
Dalam pertunjukan Tari Topeng Endel tidak mengandung makna tertentu namun unsur keindahan dalam gerak sangat diutamakan sehingga mampu membawakan keindahan, kedinamisan dan kelincahan dalam penyajian gerak contohnya gerak lontang, jeglong, egolan, yang memberi arti endel yang lincah dan gendil.
Berbagai jenis Tari Topeng yang lahir di Desa Slarang lor merupakan peninggalan neriek moyang dan diwariskan secara turun temurun.Pertunjukan tari Topeng Endel diawali oleh penari atau ronggeng (istilah masyarakat Tegal) bemama ibu Darem yang diwariskan kepada anak‑anaknya dan sebagai penarinya bernama ibu Warni, kemudian diturunkan kepada Ibu Sawitri dan berikutnya kepada Ibu Purwanti. Dari keturunannya yang masih ada tinggal Ibu Sawitri dan Ibu Purwanti yang berprofesi sebagai penari. Pada periode Ibu Warni dan Ibu Sawitri mengalami kejayaan sekitar tahun 1950 ‑ 1960 kemudian surut kembali.
Tari Topeng Endel adalah jenis tari tunggal dimana penarinya menggunakan topeng yang berbentuk lukisan wajah cantik. Tari ini ditarikan oleh penari wanita dengan gayanya yang lincah, genit dan gendhil/ ganjen. Salah salah satu kekhasan Tari topeng Endel adalah iringan yang menggunakan musik Jawa dengan gendhing Tegalan, ragam gerak yang khas seperti giyul dan jeglong yang hanya ada di Topeng Tegal. Giyul adalah menggoyangkan pinggul dengan posisi kaki jejer jenjeng tangan kiri menthang lurus sedangkan tangan kanan lurus ke bawah. Jeglong adalah kaki tanjak kanan, tangan kiri sampur, tangan kanan nekuk, Ialu proses jeglong.
Ditinjau dari bahasanya, topeng adalah penutup wajah yang terbuat dari kayu atau kertas yang berbentuk wajah manusia atau binatang. Sementara Endel dalam bahasa Jawa adalah Batur Wadon ( pembantu wanita/ pengiring ), ( Atmojo, 1990 : 94 ) sedangkan dalam BahasaTegal Endel diartikan sebagai ganjen, lincah atau genit. Tari Topeng Endel menggambarkan seorang pembantu yang tugasnya menghibur ratu dengan karakter lincah , genit dan ganjen. Dalam pementasanya, tari ini dapat dimainkan secara tunggal, tetapi tidak menutup kemungkinan diartikan secara berpasangan atau masal.
Dalam pertunjukan Tari Topeng Endel tidak mengandung makna tertentu namun unsur keindahan dalam gerak sangat diutamakan sehingga mampu membawakan keindahan, kedinamisan dan kelincahan dalam penyajian gerak contohnya gerak lontang, jeglong, egolan, yang memberi arti endel yang lincah dan gendil.
c.
Batik Tegalan
Pembatikan dikenal di Tegal akhir abad ke-19. Pewarna yang
dipakai waktu itu buatan sendiri yang diambil dari tumbuh-tumbuhan:
pace/mengkudu, nila, soga kayu dan kainnya tenunan sendiri. Warna batik Tegal
pertama kali ialah sogan dan babaran abu-abu setelah dikenal nila pabrik, dan
kemudian meningkat menjadi warna merah-biru. Pasaran batik Tegal waktu itu
sudah keluar daerah antara lain Jawa Barat dibawa sendiri oleh
pengusaha-pengusaha secara jalan kaki dan mereka inilah menurut sejarah yang
mengembangkan batik di Tasik dan Ciamis di samping pendatang-pendatang lainnya
dari kota-kota batik Jawa Tengah.
Pada awal abad ke-20 sudah dikenal
mori import dan obat-obat import baru dikenal sesudah perang dunia kesatu.
Pengusaha-pengusaha batik di Tegal kebanyakan lemah dalam permodalan dan bahan
baku didapat dari Pekalongan dan dengan kredit dan batiknya dijual pada Cina
yang memberikan kredit bahan baku tersebut. Waktu krisis ekonomi
pembatik-pembatik Tegal ikut lesu dan baru giat kembali sekitar tahun 1934
sampai permulaan perang dunia kedua. Waktu Jepang masuk kegiatan pembatikan
mati lagi.